dari Sergius Mencari Bacchus

Norman Erikson Pasaribu

Ia Dan Pohon

Siang itu ia meminta maaf kepada satu-satunya pohon
di tepi lahan parkir kantornya, yang memayungi mobilnya
dari terik. Ia minta maaf untuk kakeknya yang adalah
pengusaha kebun sawit, untuk keluarga mereka yang
turun-temurun meyakini seorang tukang kayu sebagai anak tuhan.
Pohon itu meratap, teringat dengan kawannya
yang dicabut dari tanah ketika mereka kanak-kanak,
dengan alasan “terlalu dekat dengan bangunan.” Dari kejauhan
mereka biasa saling tatap dan berkedip, dan berpikir ketika
dewasa kelak dan burung atau kupu-kupu mulai hinggap sebentar
pada cabang serta pucuk mereka, mereka bisa saling menitipkan pesan.
Pohon itu menyesali tak sempatnya ia mengatakan
ia mencintai kawannya itu; ia ingin membawa kawannya itu
ke gereja, dan di depan altar mereka bisa dipersatukan di
hadapan tuhan yang bercabang tiga—seperti pohon—
dan anak-anak mereka bisa memenuhi lahan parkir itu,
sepetak demi petak, hingga kelak orang-orang lewat
mengira ada hutan di tengah kota. Pria itu pun memeluk pohon itu,
dan pohon itu memeluknya.





Sergius Mencari Bacchus

Seperti ular, kau melepaskan kulitmu yang tak baka,
dan memulai/meneruskan perjalanan. Kini sinar dari atas sana

melewatimu. Kau semi-bening berpendar, dan jauh di barat,
di Kota Roma yang sekarat, Galerius tak menyadari ajalnya telah dekat.

Kau akan mencari seseorang yang berharga bagimu, yang
dalam tubuh peraknya mengunjungimu di penjara, dan berbisik, Bertahanlah

sebab aku akan terus memperhatikanmu. Bersamanya
kau akan naik ke surga, dan merasa familiar

untuk kali pertama. Kalian berdua akan berpegangan
tangan, dan mengenalkan satu sama lain ke hadapan tiap-tiap orang.





Inferno

Apakah yang kau cari di tempat gelap ini
                                                                                          Selain air mata dan kertak gigi,
Kau datang dengan wajah tanpa pengalaman—
                                                                                          Tak ada apa pun yang bisa ditemukan padamu,
Kau muncul sambil memanggil, Virgil! Virgil!
                                                                                          Kau sedang berada tepat di tengah hidupmu,
Tersesat dalam kemudaanmu, kau pun ingin
                                                                                          Mencari jalan menuju tua. Kau ingin
Tiba di usia di mana dunia tak lagi misterius:
                                                                                          1) tak lagi perlu seseorang memahamimu,
Karena kau telah memahami dirimu sendiri
                                                                                          2) tak lagi mendamba dicintai
Karena kau telah mencintai dirimu sendiri
                                                                                          Kau ingin berhenti menggapai-gapai,
Tak lagi tersedak air kehidupan
                                                                                          Dan hidup biasa saja, toh hidup tak abadi,
Kau paham puisi hanya bagus di dalam buku
                                                                                          Dan surga yang dibicarakan itu, Ada
di puisi lain yang tak membicarakanmu.





Purgatorio

Ayahnya yakin ini adalah hukuman baginya—                 setelah semua yang Ia telah lakukan,

Segala kekeliruan, kecarutan, dan dosa. Tetapi               ia tetap mencintai lelaki itu

Setelah semua yang terjadi padanya,                                  betapa perasaan seperti labirin!

Ia pun yakin pada kehidupanNya di masa datang,          Tuhan akan menyadari ia tak bersalah,

Sesuai dengan anugerah Pohon Pengetahuan,                  ia hanya mengikuti petunjuk dan isyarat:

Ia mampu mengurai semua hieroglif tentang diriNya     Pada setiap sel yang ada padanya.





Paradiso

Ia                     ada di sini
bersama           segala
Yang Hilang & yang tak pernah
                                    Ia punya.





Curriculum Vitae 2015

                                                                                               The world I lived in had a soft voice and no claws.
                                                                                                                                                —Lisel Mueller


1) Tiga bulan sebelum ia lahir diktator Romania beserta istri, Nicolae dan Elena Ceauşescu, dihukum mati oleh regu tembak, dan sampai hari ini ibunya masih membicarakan kejadian itu.

2) Ketika kanak-kanak ia pernah jatuh dari pohon, dan semenjak itu gambaran paling mula tentang ayahnya adalah ia dalam seragam Sekolah Dasar, berjongkok di atas kakus. Ini berakar pada hari pertama ia masuk sekolah—usianya lima tahun, dan tepat sebelum mereka berangkat ia bilang ingin buang air besar.

3) Hal pertama yang ia pelajari di sekolah, melihat para gadis ketika jam istirahat, adalah ada seorang gadis di dalam dirinya. Ia berpikir kelak ketika dewasa penisnya akan luluh dan payudaranya akan tumbuh.

4) Ia tak banyak bicara, dan baru bisa membaca menjelang akhir tahun ajaran kelas dua. Di depan sahabat ibunya, ibu sahabatnya di kelas menyebut ia “Si Bodoh-bodoh Itu”. Sahabat ibunya memberitahu ibunya, dan kelak ketika ia dewasa ibunya memberitahunya.

5) Ia tak pandai bergaul, dan menghabiskan sebagian besar waktunya membaca dan bermain Nintendo dan Sega. Buku pertama yang ia baca adalah buku cerita rakyat Jepang.

6) Beberapa orangtua di tempat ia tinggal tak mengizinkan anak mereka bermain dengan ia dan adik-adiknya karena keluarganya Batak dan Kristen.

7) Ia tak punya teman dan tak menyadari betapa menyedihkan hal itu.

8) Ayahnya sering memukulinya. Suatu hari ia mencuri dengar orangtuanya—ayahnya keberatan dengan sifatnya yang menurut ayahnya seperti perempuan. Ia melihat ke cermin, ke gadis kecil di dalam dirinya, dan berpikir hal ini baik adanya.

9) Suatu kali ayahnya menendangnya, dan kaki ayahnya terkilir. Ayahnya tidak berangkat ke kantor. Ibunya bilang ialah sumber masalah di rumah mereka.

10) Suatu Minggu ayahnya mengajak ia dan adik-adiknya lari pagi dan bermain sepakbola di lapangan bulutangkis dekat rumah mereka. Ayahnya meneriaki ia “banci” di depan orang-orang.

11) Ia menerima dirinya sebagai sebuah kesalahan, dan percobaan bunuh dirinya yang pertama terjadi sehari sebelum ia masuk SMP.

12) Ia masuk SMA favorit di kotanya, tempat anak-anak pejabat daerah bersekolah. Sahabatnya di SMP menjauhinya. Tunas-kehilangan mekar menjadi cinta pertama.

13) Tak lama setelah lulus kuliah ia mengetahui bahwa di belakangnya warga Batak di lingkungan menyebut ia “banci”.

14) Ketika ia berusia dua puluh dua tahun ia mengalami depresi. Suatu malam ia kehilangan ingatannya. Adiknya menemukan ia di pom bensin di sebelah pusat perbelanjaan di kotanya.

15) Ia kabur dari rumah, dan ia menemukan buku Herta Müller di suatu toko buku di Jakarta. Herta menulis tentang sekuritat Ceauşescu. Ia teringat ibunya. Ia pun membaca seluruh novel Herta yang tersedia dalam bahasa Inggris, dan menyukai semuanya.

16) Pada suatu titik menjelang ulang tahun kedua puluh tiga, tanpa alasan yang ia pahami, ia merasa ia adalah seorang laki-laki, dan ia pikir itu bukanlah hal yang buruk.

17) Ia pulang ke rumah orangtuanya.

18) Ia kembali bekerja, dan mulai menulis lagi. Di sebuah kelas menulis novel, ia bertemu denganmu, lelaki yang mencintainya.

19) Ayahnya menikahi ibunya dengan menjual sepeda motor yang ayahnya cicil dari kantor. Ia ingin menikahimu dengan royalty buku-bukunya.

20) Ia akan menjadi tua. Kau akan menjadi tua. Kalian akan menjadi tua, dan dipersatukan di hadapan Tuhan yang bercabang tiga—seperti pohon—dan barangkali memilki satu anak bernama Langit. Buah-buah kalian akan memenuhi Bumi ini, sehingga kelak ketika seseorang berjalan sendirian dari tiap jendela di tiap bangunan di tiap tepi jalan terdengar, “Salam!” “Salam!” “Salam!”